Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto mengajukan kembali gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Sebab itu, kuasa hukum Hasto Kristiyanto mengirimkan surat permohonan penundaan pemeriksaan kepada KPK.
Gugatan praperadilan ini merupakan yang kedua.
Sebelumnya, pengajuan praperadilan dari Hasto Kristiyanto ditolak PN Jakarta Selatan.
Hakim PN Jakarta Selatan menyatakan praperadilan pertama itu kabur atau tidak jelas.
Baca Juga: Mengenal Tol Laut yang Digagas Jokowi dan Perkembangannya yang Kini Mencapai 34 Trayek
Kuasa Hukum Hasto Kristiyanto, Ronny Talapessy, menjelaskan, gugatan praperadilan kedua berbeda dari sebelumnya.
Gugatan kali ini memiliki dua permohonan atas dua pasal yang disangkakan KPK, yaitu Suap dan Perintangan Penyidikan dalam kasus eks calon anggota legislatif dari PDIP, Harun Masiku.
Praperadilan merupakan upaya hukum untuk menguji sah atau tidaknya tindakan aparat penegak hukum.
Ini diatur dalam Pasal 77 KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana).
Menurut pasal tersebut, praperadilan berwenang memeriksa dan memutuskan tiga hal:
- Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan/atau penahanan.
- Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan.
- Permintaan ganti rugi dan rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan.
Berdasarkan putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014, kewenangan praperadilan diperluas dengan aspek pengujian sah atau tidaknya penetapan tersangka, penyitaan, dan penggeledahan.
Jalur praperadilan ini memang acap ditempuh para tersangka KPK untuk bebas dari jeratan.
Selain Hasto Kristiyanto, ada beberapa tersangka KPK yang bebas berkat putusan praperadilan.
1. Eddy Hiariej
Pada 30 Januari 2023, Hakim PN Jakarta Selatan Estiono menyatakan penetapan tersangka atas eks Wamenkumham Eddy Hiariej tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
KPK sebelumnya menetapkan Eddy Hiariej sebagai tersangka dalam dugaan suuap dan gratifikasi pada 9 November 2023.
Berdasarkan laporan yang masuk ke KPK, ada dugaan Eddy Hiariej menerima gratifikasi sebesar Rp 7 miliar.
Eddy Hiariej mengajukan dua kali praperadilan dan belum pernah ditahan sejak ditetapkan sebagai tersangka.
2. Setya Novanto
Mantan Ketua DPR RI periode 2016-2017 Setya Novanto sempat bebas dari jeratan tersangka KPK.
Setya Novanto merupakan tersangka korupsi e-KTP.
Kasus ini bermula dari pengajuan e-KTP oleh Kemendagri untuk masuk ke Proyek Strategis Nasional (PSN) pada 2009.
Proyek itu kemudian berjalan dari 2011 sampai 2012.
Di sini KPK mengendus adanya penggelembungan dana.
Ada dugaan Setya Novanto terlibat dalam perkara ini hingga KPK menetapkannya sebagai tersangka.
Setnov, julukan Setya Novanto, melakukan gugatan praperadilan ke PN Jakarta Selatan.
Pada 29 September 2017, Hakim PN Jakarta Selatan Cepi Iskandar membebaskan Setnov dari status tersangka KPK.
Seiring berjalan waktu, KPK kembali menetapkan Setnov sebagai tersangka kasus yang sama.
Namun, Setnov kembali mengajukan praperadilan.
KPK tidak hadir pada sidang praperadilan itu.
Ketidakhadiran KPK bukan tanpa sebab.
Di balik itu, KPK ternyata sedang melengkapi berkas untuk dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor.
Berdasarkan Pasal 82 Ayat 1 Huruf d KUHAP, praperadilan akan gugur setelah berkas dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor.
Pada 14 Desember 2017, hakim memutuskan menggugurkan praperadilan Setnov yang kedua.
3. Marthen Dira Tome
Pada 18 Mei 2016, mantan Bupati Sabu Raijua, NTT, lolos dari jeratan status tersangka KPK setelah menempuh praperadilan di PN Jakarta Selatan.
Mulanya, pemeriksaan Marthen Dira Tome terkait dugaan korupsi dana Pendidikan Luar Sekolah (PLS) di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT tahun 2007.
Kejaksaan Tinggi NTT menangani kasus ini dan berujung mandek.
KPK kemudian mengambil alih kasus tersebut berdasarkan UU KPK Nomor 30 Tahun 2002 Pasal 6, 7, 8, dan 9.
KPK kemudian menetapkan Marthen Dira Tome sebagai tersangka.
Tidak terima dengan penetapan itu, Marthen Dira Tome mengajukan gugatan praperadilan di PN Jakarta Selatan dan berujung menang.
KPK kembali membuka penyidikan atas kasus Marthen Dira Tome.
Pada 30 Oktober 2016, Marthen Dira Tome kembali menjadi tersangka dengan tuduhan korupsi yang merugikan negara sebesar Rp 77 miliar.
Marthen yang ingin lolos dari jeratan tersangka KPK, kembali menempuh praperadilan di PN Jakarta Selatan.
Sayangnya, KPK memenangkan gugatann praperadilan yang kedua pada 22 Desember 2016.
4. Hadi Poernomo
KPK sempat menetapkan mantan Direktur Jenderal Pajak Hadi Poernomo sebagai tersangka.
Badan antirasuah itu menganggap Hadi Poernomo bertanggung jawab atas penerimaan permohonan keberatan wajib pajak BCA yang berujung pada kerugian negara sebesar Rp 5,7 triliun.
Pada 12 Juli 2003, BCA mengajukan surat keterangan keberatan pajak transaksi non-performance loan kepada Direktur Jenderal Pajak (DJP).
Pihak DJP awalnya menolak permohonan tersebut.
Ada dugaan atas perintah Hadi Poernomo, keputusan itu berubah menjadi menerima.
Tak berselang lama, KPK kembali menetapkan Hadi Poernomo sebagai tersangka.
Dia kemudian mengajukan praperadilan dan berakhir menang di PN Jakarta Selatan.
KPK kemudian mengajukan langkah hukum ke tingkat Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung (MA).
Pada 16 Juni 2016, MA menolak permintaan PK dari KPK.
Putusan ini memastikan Hadi Poernomo bebas dari jeratan hukum KPK.