Datateks.id, Jombang — Wakil Menteri Agama atau Wamenag Romo Muhammad Syafi’i menyebut Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur sebagai teladan kepemimpinan. Sosok pemimpin yang tidak kehilangan nilai kemanusiaan meski berada dalam kekuasaan.
Hal itu disampaikan Wamenag Romo Syafi’i saat menghadiri haul ke-16 Gus Dur di Pondok Pesantren Tebuireng, Jawa Timur (Jatim), Kamis, 18 Desember 2025.
“Gus Dur itu adalah tokoh yang tidak mau kehilangan kemanusiaannya karena kekuasaan. Bahkan beliau, katanya, melakukan hubungan bukan hubungan politik, api hubungan personal,” ujar Romo Syafi’i, dilansir laman resmi Kemenag yang disitat datateks pada Jumat (19/12/2025).
Baca Juga: Tembus 80 Medali Emas, Indonesia Penuhi Target SEA Games 2025 Thailand
“Dan saya melihat kesederhanaan, bahwa beliau bisa memaafkan masa lalu dan beliau tidak ingin masa lalu menghambat masa yang akan datang. Itu banyak menjadi pelajaran buat saya,” Romo Syafi’i menambahkan.

Adapun hadir dalam giat ini para petinggi Pondok Pesantren Tebuireng, dan para alim ulama. Di antaranya, K.H. Abdul Hakim Mahfuz, K.H. Mustafa Bisri, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, dan Wakil Gubernur Jatim Emil Dardak. Serta, putri Gus Dur, yakni Inayah Wulandari dan Zannuba Ariffah Chafsoh atau Yenny Wahid.
Romo Syafi’i menuturkan, keteladanan Gus Dur berangkat dari cara pandangnya terhadap manusia sebagai sesama hamba Tuhan yang setara. “Bahwa beliau merasa dia hanya bagian dari hamba Allah yang memiliki kedudukan yang sama dengan manusia yang lain. Jadi dia menghargai setiap orang itu sebagai manusia.”
Menurut Romo Syafi’i, dari sikap tersebut lahir pandangan yang menjunjung tinggi toleransi dan kemanusiaan. “Saya Islam, dia Kristen, dia Katolik, dia Hindu, dia Buddha, sama-sama hamba Allah. Jadi titik penghargaannya kepada orang lain sebagai manusia yang sama dengan Beliau.”
Ia menyampaikan pula, dalam situasi penuh perbedaan, sikap Gus Dur justru menjadi rujukan. “Ketika terjadi ketegangan karena ada perbedaan, orang menjadikan sikap Gus Dur sebagai sebuah solusi. Pada saat itu Gus Dur semakin besar.”
Romo Syafi’i menambahkan, sikap memaafkan yang diajarkan Gus Dur menjadi pelajaran penting dalam kehidupan berbangsa. “Kita memang mungkin tidak bisa melupakan, kata Gus Dur sama saya. Tapi kita wajib memaafkan, karena siapa manusia yang tidak pernah salah.”
Romo Syafi’i menyebut nilai-nilai kepemimpinan Gus Dur menjadi pijakan dalam pengabdiannya sebagai Wamenag.
“Walaupun saya ini bersalaman pun belum pernah sama Gus Dur, tapi saya mengagumi Gus Dur. Dan menjadikan prinsip-prinsip yang sudah diterapkan menjadi prinsip perjuangan saya sebagai Wakil Menteri Agama Republik Indonesia,” Romo Syafi’i memungkasi. (DTT/Ans)








