JAKARTA, Anggota Komisi VI DPR RI Nasim Khan menegaskan bahwa wacana merger Badan Usaha Milik Negara (BUMN) harus dijalankan secara hati-hati dan berkeadilan, khususnya dalam melindungi tenaga kerja.
Nasim menekankan bahwa upaya efisiensi melalui merger tidak boleh dimaknai sebagai pengurangan karyawan secara besar-besaran.
“Pemerintah sebagai pemegang saham pengendali harus memastikan merger BUMN tidak berdampak negatif terhadap stabilitas ketenagakerjaan nasional,” kata Nasim kepada wartawan, Selasa (16/11/2025).
Ia mendorong agar pemerintah menetapkan prinsip no layoff policy atau setidaknya no involuntary layoff dalam setiap proses merger BUMN. Menurutnya, klausul perlindungan tenaga kerja harus secara tegas dimuat dalam RUPS, surat keputusan BP BUMN dan Danantara, hingga perjanjian merger.
Nasim mengungkapkan bahwa hal tersebut telah ia sampaikan dalam rapat kerja Komisi VI DPR RI bersama Danantara dan BP BUMN. Ia menegaskan, pemutusan hubungan kerja (PHK) hanya dapat dilakukan secara alami.
“PHK hanya boleh terjadi karena pensiun, pengunduran diri sukarela, atau berakhirnya kontrak kerja, bukan karena kebijakan merger,” ujarnya.
Lebih lanjut, Nasim menilai pemerintah dan manajemen BUMN perlu melakukan talent mapping dan job mapping lintas BUMN sebelum merger efektif. Langkah ini penting untuk mengidentifikasi jabatan yang tumpang tindih sekaligus menyesuaikan kompetensi karyawan dengan kebutuhan bisnis baru.
Karyawan yang posisinya tumpang tindih, kata dia, seharusnya dialihkan atau redeployment ke anak usaha, proyek baru, maupun unit bisnis yang masih kekurangan sumber daya manusia.
Selain itu, Nasim menekankan pentingnya program reskilling dan upskilling secara masif sebagai prioritas utama. Pelatihan difokuskan pada keterampilan masa depan seperti digitalisasi, manajemen risiko, manajemen proyek, dan aspek environmental, social, and governance (ESG).
“Pelatihan harus menjadi syarat mutasi, bukan dijadikan alasan untuk PHK,” kata Nasim.
Dalam proses merger, harmonisasi struktur dan jenjang jabatan juga dinilai perlu dilakukan berdasarkan beban kerja dan tanggung jawab, bukan semata kesamaan nama jabatan. Ia mendorong penggunaan sistem job grading nasional BUMN agar tidak terjadi kelebihan pegawai secara administratif.
Nasim juga mendorong optimalisasi mobilitas internal melalui mekanisme talent mobility lintas holding, serta pembentukan internal job market sebelum perusahaan membuka rekrutmen eksternal.
Ia menegaskan pentingnya pelibatan serikat pekerja sejak awal proses merger. Menurutnya, transparansi dan komunikasi yang intensif menjadi kunci menjaga stabilitas serta kepercayaan karyawan.
Sebagai bentuk akuntabilitas, Nasim mengusulkan pembentukan tim pengawas sumber daya manusia pasca-merger yang melibatkan Kementerian BUMN, holding, dan unsur independen. Tim tersebut diharapkan memiliki indikator kinerja yang jelas, seperti rasio PHK nol, tingkat keberhasilan redeployment, dan efektivitas program reskilling.
Terakhir, Nasim menekankan perlunya komunikasi publik yang konsisten dari pemerintah dan manajemen BUMN.
“Merger harus ditegaskan sebagai upaya penguatan daya saing dan efisiensi bisnis, bukan efisiensi tenaga kerja. Kepastian ini penting untuk menjaga moral dan produktivitas karyawan BUMN,” ujarnya.






