HEADLINENASIONAL

Komisi XIII DPR: RUU PSDK Wujud Kehadiran Negara bagi Saksi dan Korban Kejahatan

×

Komisi XIII DPR: RUU PSDK Wujud Kehadiran Negara bagi Saksi dan Korban Kejahatan

Sebarkan artikel ini
Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI, Sugiat Santoso/fraksigerindra

JAKARTA, Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI Sugiat Santoso memastikan revisi Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban (RUU PSDK) membawa semangat baru dalam memperkuat perlindungan terhadap saksi dan korban tindak pidana. Menurut dia, penguatan payung hukum diperlukan untuk menghadirkan rasa keadilan yang lebih menyeluruh.

Sugiat menjelaskan, selama ini perspektif perlindungan saksi dan korban masih bertumpu pada keadilan korektif, yakni penekanan pada penghukuman pelaku. Ke depan, kata dia, negara juga harus mengedepankan keadilan rehabilitatif yang memulihkan hak serta kondisi korban.

“Bukan hanya pelaku yang dihukum seberat-beratnya, tetapi negara juga harus hadir memberi perlindungan kepada korban,” ujar Sugiat dalam Forum Legislasi bertajuk “Upaya Konkret DPR RI Memaksimalkan Perlindungan bagi Saksi dan Korban Lewat RUU PSDK” di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (18/11/2025).

Ia mencontohkan masih lemahnya perlindungan terhadap korban kejahatan, seperti kasus korban begal yang ditolak rumah sakit akibat persoalan administrasi dan tunggakan BPJS. Padahal, menurut dia, dalam situasi darurat, negara tidak boleh membiarkan hambatan administratif menghalangi pertolongan pertama.

“Tidak ada tawar-menawar ketika menyangkut nyawa. Mereka adalah korban kejahatan karena negara gagal memberikan keamanan. Maka pada saat itu negara tidak boleh kembali gagal memberi pelayanan,” kata Ketua Gerindra Sumatera Utara tersebut.

Sugiat menambahkan, terdapat sejumlah isu krusial dalam revisi UU tersebut. Pertama, perluasan cakupan tindak pidana yang dapat memperoleh perlindungan LPSK. Jika sebelumnya hanya mencakup kejahatan tertentu, RUU ini memungkinkan perlindungan bagi korban berbagai tindak pidana, termasuk perdata dalam konteks tertentu.

Kedua, perlindungan terhadap saksi dan korban tidak hanya difokuskan pada proses persidangan. Perlindungan juga diperlukan sejak tahap awal agar penegakan hukum berjalan tanpa intimidasi atau intervensi.

Isu ketiga adalah penguatan kelembagaan LPSK. RUU PSDK mendorong agar LPSK tidak hanya berkedudukan di pusat, tetapi diperluas hingga tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

“Jika disahkan, nanti LPSK akan hadir di daerah sehingga perlindungan tidak hanya berpusat di Jakarta. Dengan cakupan tindak pidana yang diperluas, penguatan kelembagaan menjadi konsekuensi logis agar layanan betul-betul menjangkau masyarakat,” ujar Sugiat.