HEADLINENASIONAL

BMKG: Puncak Musim Hujan di Depan Mata, Siaga Potensi Cuaca Ekstrem

×

BMKG: Puncak Musim Hujan di Depan Mata, Siaga Potensi Cuaca Ekstrem

Sebarkan artikel ini
Tangkapan layar BMKG memprediksi puncak musim hujan November 2025 hingga Februari 2026.
Tangkapan layar BMKG memprediksi puncak musim hujan November 2025 hingga Februari 2026.

Datateks.id, Jakarta — Puncak musim hujan diprediksi di depan mata. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengingatkan semua pihak siaga menghadapi puncak musim hujan yang diperkirakan berlangsung mulai November 2025 hingga Februari 2026.

Hingga akhir Oktober, sebanyak 43,8 persen wilayah Indonesia atau setara 306 Zona Musim (ZOM) telah resmi memasuki musim hujan. Peralihan musim ini membawa konsekuensi meningkatnya potensi cuaca ekstrem di berbagai daerah, mulai dari hujan lebat, angin kencang, hingga ancaman siklon tropis dari arah selatan Indonesia.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menegaskan, hujan kini mulai meluas dari wilayah barat menuju timur Indonesia, Bahkan, beberapa pekan mendatang. intensitasnya bakal terus meningkat.

“Kita sedang memasuki periode transisi menuju puncak musim hujan. Masyarakat perlu meningkatkan kewaspadaan terhadap cuaca ekstrem seperti hujan lebat disertai angin kencang dan petir, terutama di wilayah selatan Indonesia yang mulai terpengaruh sistem siklon tropis dari Samudra Hindia,” ujar Dwikorita dalam keterangan tertulis yang dikutip datateks pada Senin (3/11/2025).

Curah Hujan Tinggi

Berdasarkan analisis BMKG, menurut Dwikorita, curah hujan tinggi hingga sangat tinggi dengan kisaran di atas 150 milimeter per dasarian berpotensi terjadi di sejumlah wilayah. Di antaranya terjadi di Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, dan Papua Tengah.

Adapun dalam sepekan terakhir, hujan dengan intensitas sangat lebat tercatat di beberapa daerah, seperti Tampa Padang, Sulawesi Barat dengan 152 milimeter per hari, Torea, Papua Barat 135,7 milimeter, serta Naha, Sulawesi Utara 105,8 milimeter. Selama periode 26 Oktober hingga 1 November 2025, BMKG juga mencatat 45 kejadian bencana cuaca ekstrem, didominasi hujan lebat dan angin kencang yang menyebabkan banjir, tanah longsor, serta kerusakan bangunan di berbagai daerah.

Lebih jauh Dwikorita menjelaskan, sekalipun hujan mulai meningkat, suhu maksimum harian masih cukup tinggi di sejumlah wilayah Indonesia. Mencapai 37 derajat Celsius di Riau dan lebih dari 36 derajat Celsius di beberapa wilayah Sumatera dan Nusa Tenggara. Kondisi atmosfer yang belum stabil ini membuat potensi cuaca ekstrem dapat muncul sewaktu-waktu.

Dwikorita mengatakan pula, dinamika atmosfer saat ini cukup aktif dengan pengaruh MJO, gelombang Rossby dan Kelvin, serta anomali suhu muka laut positif di perairan Indonesia yang memperkuat pembentukan awan hujan. “Kombinasi faktor ini menyebabkan potensi hujan lebat dan badai meningkat di banyak wilayah. Oleh karena itu, masyarakat perlu terus memantau informasi peringatan dini dari BMKG.”

Potensi Siklon Tropis Selatan

Kepala BMKG juga memperingatkan meningkatnya potensi siklon tropis selatan yang dapat membawa hujan ekstrem dan angin kencang di wilayah pesisir selatan Jawa hingga Nusa Tenggara. Ia menambahkan pada November ini, periode siklon tropis di wilayah selatan Indonesia mulai aktif. Dengan demikian, masyarakat perlu mewaspadai potensi terbentuknya sistem tekanan rendah di sekitar Samudra Hindia yang dapat berkembang menjadi siklon tropis.

“Siklon tropis yang berkembang di Samudra Hindia dapat memicu peningkatan curah hujan secara drastis dan menyebabkan banjir besar di wilayah pesisir. Kami mengimbau pemerintah daerah untuk memastikan kesiapsiagaan infrastruktur dan masyarakat terhadap kemungkinan dampak bencana,” imbuh Dwikorita.

Bukan hanya itu. Pemantauan BMKG terhadap suhu muka laut di Samudra Pasifik menunjukkan bahwa dalam dua bulan terakhir telah terjadi pendinginan di wilayah Pasifik dan melewati ambang batas La Nina, yaitu pada September 2025 dengan anomali suhu muka laut di Pasifik tengah dan timur sebesar -0,54°C dan pada Oktober sebesar -0,61°C. Sementara itu, kondisi atmosfer juga menunjukkan adanya penguatan angin timuran.

Dua indikasi tersebut menandakan perkembangan awal La Niña dan menunjukkan bahwa La Nina lemah telah terjadi. Namun demikian, Dwikorita menjelaskan bahwa fenomena ini tidak akan berdampak signifikan terhadap curah hujan di Indonesia, karena kondisi hujan pada November–Desember 2025 hingga Januari–Februari 2026 diprediksi tetap berada pada kategori normal.

Operasi Modifikasi Cuaca

Sebagai langkah mitigasi, BMKG bersama BNPB dan unsur terkait tengah melaksanakan Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) di Jawa Tengah dan Jawa Barat untuk mengurangi risiko banjir dan tanah longsor. Di Jawa Tengah, operasi yang berlangsung sejak 25 Oktober hingga 3 November berhasil menekan curah hujan hingga 43,26 persen, sedangkan di Jawa Barat mencapai pengurangan 31,54 persen.

“OMC menjadi contoh nyata bagaimana sains dan kolaborasi lintas lembaga dapat langsung membantu masyarakat menghadapi ancaman bencana hidrometeorologi,” kata Dwikorita.

Imbauan

Dwikorita mengimbau masyarakat agar tetap waspada terhadap perubahan cuaca yang bisa terjadi secara mendadak. Ketika hujan lebat turun disertai petir dan angin kencang, masyarakat disarankan untuk menjauhi area terbuka, pohon, atau bangunan yang rapuh.

Cuaca terik yang masih terjadi di beberapa wilayah juga memerlukan perhatian dengan menjaga asupan cairan tubuh dan menggunakan pelindung kulit. Selain itu, tambah dia, kesiapsiagaan terhadap potensi banjir, banjir bandang, dan tanah longsor perlu terus ditingkatkan, terutama di wilayah dengan topografi curam dan daerah aliran sungai.

“Apabila dapat dimitigasi dengan tepat, maka musim hujan dan puncak musim hujan yang diprediksi akan lebih panjang dari normalnya ini, akan menjadi bermanfaat bagi pertanian dan untuk mendukung ketahanan pangan,” Dwikorita menuturkan.

Dwikorita mengatakan pula pentingnya masyarakat memantau informasi cuaca terkini melalui laman resmi BMKG, media sosial @infoBMKG, ataupun aplikasi InfoBMKG. Terutama untuk mengantisipasi risiko cuaca ekstrem yang dapat terjadi sewaktu-waktu. (DTT/Ans)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *