Datateks.id – Rektor UIN Bukittinggi menilai kebijakan haji 2025 ramah, inklusif, dan berpihak pada kemanusiaan.
Ada tiga kebijakan haji 2025 yang menjadi perhatiannya.
Ketiga kebijakan itu adalah murur, tanazul, dan safari wukuf.
Kebijakan tersebut dicanangkan oleh Kementerian Agama sebagai bukti konkret Islam melindungi dan memuliakan umat.
Silfiia Hanani menyebut ketiga kebijakan itu memungkinkan pelaksanaan wukuf yang fleksibel dan aman bagi jemaah yang tidak mampu secara fisik di Arafah.
Baca Juga: Jawaban Pemuda Katolik Padang atas Krisis Nilai dan Sekularisme
“Ini bukan perubahan teknis administratif. Ini adalah ijtihad kebijakan berbasis maqashid syariah, khususnya untuk menjaga jiwa,” kata Silfia.
Murur yang merupakan mekanisme melewati Arafah tanpa turun adalah bentuk perlindugan.
Sementara tanazul dan safari wukuf memberikan alternatif mobilitas yang aman bagi jemaah rentan.
Kebijakan haji 2025 menjadi penanda bahwa penyelenggaraan ibadah dapat dilakukan tanpa mengesampingkan nilai inklusi dan kemanusiaan.
Peran Strategis UIN Bukittinggi dalam Reformasi Kebijakan Haji 2025
Silfia Hanani menilai pendekatan ini sejalan dengan prinsip Islam wasathiyah yang tidak memaksakan syariat dalam konteks memberatkan umat.
“Kami menilai kebijakan ini berbasis empati sebagai dasar pengambilan keputusan,” tambahnya.
Sebagai kampus keislaman, UIN Bukittinggi, lanjut Silfia Hanani, memiliki tanggung jawab moral dan intelektual untuk mendukung tranformasi kebijakan berbasis nilai.
Baca Juga: Rektor UIN Bukittinggi Sebut Kebijakan Haji 2025 Mencerminkan Prinsip Islam
Dengan ribuan jemaah dari Indonesia setiap tahunnya, kebijakan inklusif semacam iini sangat berdampak bagi keselamatan dan kenyamanan pelaksanaan ibadah.
“Ketika ilmu bertemu iman, maka lahirlah kebijakan keagamaan yang humanis dan progrefis,” ujarnya.
Silfia Hanani memastikan UIN Bukittinggi tidak hanya mengapresiasi kebijakan haji dari sisi normatif saja.
UIN Bukittinggi siap berperan aktif dalam menyediakan dukungan ilmiah, edukasi, dan kajian kebijakan keagamaan berbasis riset.
Dalam konteks ini, UIN Bukittinggi membuka ruang dialog akademik untuk membahas efektivitas kebijakan berbasis maqashid syariah.
Selain itu, kampus ini juga akan memperkuat kurikulum dan literasi publik tentang pentingnya perlindungan terhadap jemaah rentan.
“Langkah reformatif ini harus terus dikawal. Kampus sebagai pusat ilmu dan nilai harus menjadi mitra strategis negara dalam menghadirkan kebijakan agama yang inklusif, adaptif, dan berbasis maslahat,” tutupnya.