HEADLINE

Waspada Patahan Besar Sumatera, BMKG Ingatkan Mitigasi Hadapi Kemungkinan Terburuk Gempa Kembar

×

Waspada Patahan Besar Sumatera, BMKG Ingatkan Mitigasi Hadapi Kemungkinan Terburuk Gempa Kembar

Sebarkan artikel ini
Foto udara Ngarai Sianok yang merupakan bagian dari Patahan Semangko meliiputi wilayah Kabupaten Agam dan Kota Bukittinggi, Sumatera Barat (Sumbar). [Foto: Dok. Antara/Fandi Yogari]

Datateks.id – Masyarakat Sumatera Barat (Sumbar) tidak hanya perlu mewaspadai ancama gempa besar di megathrust Mentawai yang dapat memicu tsunami. Namun, tak kalah penting juga mesti melakukan mitigasi terhadap dampak gempa darat akibat aktivitas Patahan Besar Sumatera.

Hasil analisis yang dilakukan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) terhadap aktivitas Patahan Besar Sumatera yang terjadi beberapa waktu terakhir menunjukkan adanya gempa kembar.

“Aktivitas Patahan Besar Sumatera ini kita perhatikan karakteristik gempanya itu kembar,” kata Kepala Stasiun Geofisika Padang Panjang, Suaidi Ahadi, sebagaimana dilansir Antara Sabtu (12/4/2025).

Ia menyebutkan contoh kejadian gempa di Solok yang terjadi akibat aktivitas segmen Sumani dan Sianok. Merujuk data BMKG, gempa kembar sebelumnya juga pernah terjadi pada tahun 1926, 1943 dan 2007.

Artinya, terang Suaidi, masyarakat di Sumbar wajib mengenali adanya potensi ancaman gempa bumi sehingga warga sedari awal sudah bisa memikirkan langkah yang harus dilakukan ketika terjadi kemungkinan terburuk.

“Jadi, harapan kita dengan masyarakat sudah mengetahui potensi gempa maka mereka bisa menyiapkan langkah mitigasi,” ujarnya.

Lebih jauh, BMKG juga mengingatkan masyarakat bahwa salah satu kemungkinan terburuk akibat pergeseran Patahan Besar Sumatera ialah longsor, terutama di daerah perbukitan. Meskipun gempa bumi yang terjadi tergolong kecil atau di bawah magnitudo 5, namun masyarakat tetap mesti selalu waspada mengantisipasi kemungkinan terburuk.

“Gempa yang terjadi memang skala kecil dan tidak signifikan dirasakan masyarakat tapi ketika terjadi gempa dan sebelumnya hujan maka ada potensi longsor,” ingat dia.

Apalagi, lanjut Suaidi, secara klimatologi Provinsi Sumatera Barat termasuk tipe ekuatorial atau dalam setahun daerah tersebut akan menghadapi dua kali puncak musim penghujan yakni Maret dan November setiap tahunnya.

Ia menyebutkan, secara umum terdapat tiga sumber utama terjadinya lindu di Ranah Minang. Ketiganya ialah Patahan Besar Sumatera, Patahan Megathrust dan Zona Subduksi.

Diketahui, sebelumnya BMKG juga telah menyampaikan tentang kondisi perbukitan di Sumbar yang terbilang unik cenderung rapuh. Sehingga setelah terjadi guncangan gempa yang berulang, meskipun relatif berkekuatan kecil, dapat mempengaruhi kondisi perbukitan. Akibatnya, ketika hujan deras, kawasan perbukitan di Sumbar mudah longsor.

Baca juga: Mengenal 9 Geopark Ranah Minang yang Unik Menakjubkan dan Layak Dikunjungi

Kondisi itulah, menurut analisa BMKG yang menimbulkan banyak atau sering terjadi bencana galodo atau longor di kawasan Sumbar. BMKG mengimbau masyarakat untuk terus waspada jika berada atau melewati kawasan perbukitan.

[Redaksi Datateks.id]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *